SEHARUSNYA POLISI INDONESIA BERANI MENGAMBIL TINDAKAN TEGAS SEPERTI INI

Oleh. Arif Rahman Pradana


Selasa, 28 Februari lalu terjadi aksi kekerasan dan pembunuhan di sebuah pasar tradisional di Yecheng profinsi Xianjiang Cina. Polisi setempat menjelaskan kepada AFP bahwa selusin penyerang bersenjatakan parang menyerang orang-orang di pasar tradisional tersebut. dalam penyerangan tersebut 20 orang tewas dan sejumlah orang terluka. Polisi menembak mati para perusuh bersenjatakan pisau yang telah membunuh dan melukai orang-orang yang berada di pusat keramaian di Kota Yecheng, yang berdekatan dengan Kota Kashgar.
Rincian koraban tewas menurut laporan yang dimuat dalam situs biro propaganda Xianjiang menebutkan, 13 orang tewas dibunuh oleh sembilan teroris. Sedangkan polisi akhirnya menembak mati tujuh penyerang dan menangkap dua penyerang lainnya.
Hal serupa diatas beberapa kali terjadi di Indonesia yaitu aksi kekerasan yang melibatkan dua atau lebih kelompok bertikai yang berjumlah lebih dari 10 orang bahkan dapat mencapai ratusan. Diantaranya aksi kerusuhan di Papua mengenai tuntutan pegawai freeport atas peningkatan gaji, aksi kerusuhan di maluku, poso, dan yang terhangat di mesuji dan bima. Selain aksi-aksi tadi yang diekspos oleh media, banyak juga dan sering terjadi aksi tauran pelajar dimana para pelaku membawa senjata tajam dan tidak jarang menimbulkan korban tewas dan luka.
Dalam kasus-kasus tersebut pada umumnya aparat kepolisian tidak bisa berbuat apa-apa dan terkesan melakukan pembiaran. Seperti pada kasus poso yang terekam dalam video ada seorang yang dikejar-kejar oleh orang bersenjatakan parang dan telah ditikam berkali-kali polisi tidak berbuat apa-apa hanya bisa menolong dengan membawanya pergi dari lokasi tanpa melakukan tindakan tegas kepada pelaku. Kasus lain dalam bentrok di mesuji, ada orang yang membawa parang mengejar orang lain dan di lokasi tersebut terdapat polisi namun polisi tersebut tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya korban yang dikejar pelaku yang membawa parang tadi tewas (detail pembunuhannya tidak disebutkan disini karena sangat sadis). Pembiaran tersebut menurut saya bukanlah sebuah kesengajaan tapi polisi dengan situasi tersebut biasanya memiliki dilema yang besar, ketika dia menembak pelaku dikhawatirkan polisi tersebut yang malah akan dituntut karena melanggar HAM atau massa pendukung pelaku malah berbalik menyerang polisi, namun ketika dilakukan pembiaran ketika bentrokan tersebut pecah pasti akan menimbulkan korban jiwa atau luka.
Lain kasus ketika bentrokan tersebut bukan diantara dua atau lebih kelompok tapi antara masa dan polisi, polisi tidak segan melakukan tindakan tegas dengan menembak pelakunya seperti yang terjadi di Trisakti dan Bima.
Saya lebih setuju aparat kepolisian dapat bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan bersenjata tajam atau api yang tidak bisa dikontrol yang telah bahkan berpotensi melakukan pembunuhan, yaitu dengan tembak ditempat, bila perlu sampai tewas (bila dia melarikan diri). Jangan takut bila massa pendukung pelaku menyerang balik ke polisi, karena memang resiko dari tugas polisi seperti itu, bila takut tidak usah menjadi polisi. Hendaknya polisi juga tidak melakukan tindakan yang berbeda ketika terjadi kerusuhan baik itu menimpa polisi itu sendiri atau menimpa masyarakat umum, semua harus disikapi secara sama. Apabila polisi tidak bisa bersikap tegas terhadap aksi pembunuhan yang dilakukan oleh massa, hal ini dikhawatirkan akan terjadi di tempat lain karena pelaku beranggapan ketika kekerasan dilakukan bersama-sama polisi tidak bisa berbuat apa-apa.