SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI DAN PRESTASI KERJA



 Oleh. Arif Rahman Pradana


Salah satu yang saya sesalkan dari sistem pendidikan nasional ini adalah sistem recruitment di perguruan tinggi. Saya heran kenapa untuk masuk kuliah jurusan kedokteran kenapa saya di tesnya matematika, bahasa, ipa? Seharusnya saya di tes sesuai dengan minat saya, atau minimal di wawancara mengapa saya ingin masuk ke jurusan tersebut, buat essay, dsb. Kenapa harus di tes seperti tes UN? Ini sangat tidak efektif! Apakah mereka terlalu malas untuk melakukan tes sedemikian rumit sehingga mengambil jalan pintas dengan tes yang dilakukan dengan jawaban pilihan ganda.

Apakah mereka tidak berpikir jangka panjang? (pembuat sistem pedidikan ini) coba bayangkan banyak anak SMA/SMK saat ini yang ingin masuk kuliah jurusan teknik tapi karena kopetensinya terlalu tinggi dengan standar pelajaran yang tadi saya sebutkan, akhirnya anak tersebut kuliah di jurusan yang tidak dia minati. Apa yang terjadi selanjutnya? Bila kuliah tidak sesuai dengan spesifikasi yang tidak dia minati akhirnya dia akan lebih sulit berprestasi. Menjalani kuliah bisa, tapi untuk prestasi sulit. Bukankah dalam hidup ini kita melakukan sesuatu selain untuk bertahan hidup, bermanfaat untuk orang, juga ingin berprestasi?

Ujung-ujungnaya setelah dia selesai kuliah dia juga akan sulit menentukan pekerjaan yang tepat. karena dia memiliki keinginan menjadi apa, tetapi gelar yang dia miliki apa. Bila dia tetap ingin bekerja sesuai dengan minat dia, akan sulit sekali mencapai pekerjaan yang dia minati tersebut karena latar belakang pendidikan yang tidak mendukung. Untuk kesekian kalinya mau tidak mau dia mengorbankan keinginan demi kebutuhannya. Dia ingin bekerja sesuai dengan yang dia minati, tapi apalah daya kebutuhan menuntut dia untuk secepatnya dapat pekerjaan. Akhirnya dia bekerja di tempat yang tidak dia inginkan karena faktor kebutuhan tadi.

Apa yang terjadi apabila SDM di Indonesia presentase orang yang bekerja demikian (bekerja tidak sesuai minat) banyak? Maka negara ini akan sulit berkembang! Bayangkan seorang yang peduli kepada satwa, karena dia tidak bisa masuk kuliah jurusan kehutanan akhirnya ia masuk management dan bekerja di perbankan, sedangkan orang yang ingin bekerja di bank masuk di kehutanan, maka hasilnya akan berbeda.

Beberapa waktu yang lalu saya melihat berita di tv tentang banyaknya satwa langka yang di perjual-belikan. Dari saya masih kecil sampai sekarang berita tersbut selalu saja ada. Saya berpikir apa saja pekerjaan orang-orang dikementrian kehutanan? Apa mereka diam saja dikantor? Padahal untuk memberantas perdagangan satwa langka mudah saja. Tinggal razia ke pasar-pasar yang menjual hewan pasti ada hewan langka di jual disana. Beri sanksi yang tegas, agar ada efek jera bagi yang lain. Kalaupun tidak bisa menghentikan perdagangan satwa langka, setidaknya persempit ruang mereka! Faktanya mudah menemukan hewan langka yang di jual dipasar. Lalu apa saja yang mereka lakukan?

Menurut saya hal ini terjadi karena banyak pegawai kementrian kehutanan bekerja untuk bertahan hidup/ mencari uang, bukan bekerja karena dia ingin bekerja disana. Bila orang yang bekerja di kementrian kehutanan adalah orang-orang yang peduli terhadap satwa, tidak akan demikian jadinya. Tanpa perintah atasan, mereka pasti akan melakukan inisiatif! Gaji? Gaji adalah bonus dari hobi yang dia kerjakan itu.

Mungkin ada saja orang yang bekerja tidak sesuai dengan minatnya tapi dia tetap berprestasi, bahkan mungkin banyak. Tapi bayangkan bagaimana orang tersebut bila bekerja di tempat yang dia minati? Mungkin akan lebih berprestasi lagi.

Banyak contoh lain yang sama dengan yang saya jelaskan di atas. Seperti guru, dokter, pegawai pajak dsb yang bila mana dikerjakan oleh orang yang minat kerja di posisi tersebut, akan berbeda hasilnya dengan orang yang mencari hidup dengan bekerja demikian.

Alangkah indahnya hidup bila setiap orang bekerja sesuai dengan apa yang dia minati.

“Ketika kamu bekerja sesuai dengan minat kamu, maka seumur hidup kamu tidak akan merasa bekerja”

DULU AKU DI CAMBUK SEKARANGPUN MASIH DI CAMBUK



Oleh. Arif Rahman Pradana

PERCUMA ikutan PKCM kalau masih suka mengeluh capek, dulu saja saya latihan dari jam 7 pagi sampai jam 11 malem, besoknya latihan kembali jam 7, ditambah panas2an dan kehujanan alhamdulillah kuat. Percuma ikut pkcm kalau masih pesimis. Dulu pasukan (tim yang mengikuti lomba) baru lengkap dengan waktu kurang dari seminggu, sekolah lain sudah lengkap sekitar 3-1 bulan sebelum lomba. kita masih ditekankan memiliki harapan juara, dan bisa mencapainya bila tidak ada kesalahan kecil. 

Percuma menjadi pendiri ekstra kulikuler jurnalistik, kalau masih malas baca, dan malas menulis. Apa jadinya bila ketika temu alumni wawasan saya kurang dari adik – adik yang masih sekolah. Bagaimana saya menyarankan adik-adik saya untuk rajin membaca dan menulis, bila saya malas membaca dan tidak punya tulisan. Walaupun tulisan saya tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik, setidaknya saya punya tulisan. Seperti kata Dahlan Iskan “Toh, koran bukan kitab tata bahasa.” Apalagi hanya tulisan seperti di blog ini. Yang penting orang mengerti, kalaupun tidak saya bisa mengerti dan ketika saya membacanya kembali saya bisa menangkap pesan saya sendiri.

Saya sendiri bila sudah lama tidak membaca dan menulis, sering heran dengan tulisan saya sendiri ketika dulu. Saya sering berfikir betapa idealisnya saya dulu. Dan itu menjadi pemacu semangat saya saat ini.

Percuma ikut banyak organisasi kalau tidak bisa membagi waktu dengan baik. Dulu dalam satu waktu bisa ada 3 pertemuan sekaligus dan bisa saja berjalan semua dengan menentukan skala prioritas

Percuma kalau ikut osis tapi tidak bisa bicara depan umum.  Dulu ketika kampanye saya bisa berbicara didepan ratusan orang, walaupun terlihat tampak bodoh. Tapi setidaknya dari situ saya belajar agar tidak bodoh lagi.

Percuma ikut bela diri kalau setidaknya tidak bisa menjaga kesehatan. Dulu di kateda saya belajar nafas dalam, dan itu setidaknya bisa berguna ketika dada sesak atau masuk angin untuk memulihkannya.

Percuma ikut BPM kalau tidak mengerti tentang hukum. Pada awalnya saya tidak mengerti banyak tentang perundang-undangan. Modal saya hanya dari latihan dan belajar ketika saya dipercaya masuk kedalam sebuah tim di SMA untuk lomba pengetahuan Perundang-undangan, di DPR RI. Di BPM saya belajar lebih dalam, walaupun tidak sempurna dan tidak di terapkan pada tahun itu, setidaknya saya membuat 3 produk undang-undang dalam 1 tahun, dimana ditahun sebelumnya belum pernah ada.

Percuma suka membaca kalau tidak mengambil pelajaran dari setiap hal yang ada dalam bacaan. Lalu apa gunanya saya membaca kalau pengalaman-pengalaman yang ada dalam bacaan tersebut tidak saya jadikan pelajaran? setidaknya kata-kata bijak yang ada dalam buku tersebut masuk kedalam benak saya, dan bisa dijadikan prinsip hidup

Percuma kerja di warnet kalau tidak mengetahui tentang seluk beluk dunia maya. setidaknya saya paham sedikit. Atau minimal bisa membagi waktu dengan baik karena dulu kerja sambil kuliah saja bisa.

Percuma bila dekat dengan seseorang bila tidak mengambil pelajaran darinya. Seumur hidup saya, saya beberapa kali pernah dekat dengan sesorang. Setiap orang memiliki kepribadian masing-masih yang spesial. Dari mereka saya belajar banyak. Berprinsip untuk tidak merokok, membuang sampah sembarangan, peduli kepada lingkungan, bagaimana menyayangi ibu dan berkomunikasi dengan mereka yang baik (maklum karena saya anak sulung, komunikasi saya dengan orangtua sangat kaku), bagaimana menikmati hidup, harus beribadah dengan baik, dsb.

Setiap hal yang kita lalui hendaknya menjadikan kualitas kita lebih baik dari yang lalu. Bahkan dari hal buruk sekalipun pasti ada hikmah yang bisa didapat. Dulu saya "dicambuk" oleh senior saya untuk bisa disiplin, saat ini pengalaman itu "mencambuk" saya untuk bisa lebih baik dari masa itu. Karena dahulupun saya bisa melaluinya, kenapa sekarang tidak bisa? Termasuk tulisan ini mencabuk saya pribadi untuk terus lebih baik dan bersyukur atas apa yang telah saya lalui. 

Seperti sabda Rasulullah :
“Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung. Bila hari ini sama dengan hari kemarin, berarti orang merugi dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin adalah orang celaka”

Setidaknya dalam hidup kita memiliki 3 modal, IMPIAN yang harus kita capai, PENGALAMAN sebagai pembelajaran, dan MASA KINI yang kita perjuangkan semaksimal mungkin. Kalau kata Dahlan Iskan "kerja, kerja, kerja!"

MEMBAHAGIAKAN TIDAK SELAMANYA BAIK

Oleh. Arif Rahman Pradana



Media beberapa pekan lalu sibuk memberitakan perkataan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) "Bajingan". Saya sih setuju saja dengan perkataan itu, mengingat banyak hal yang dilakukan pelajar saat ini sudah melewati batas! Seperti, tauran. Tauran pelajar saat ini sudah menggunakan benda tajam seperti pisau, celurit, samurai. Melawan musuh dengan keroyokan. Tidak jantan! kalau berkelahi satu lawan satu dan tidak menggunakan senjata itu baru jantan! Tapi lebih jantan lagi apabila pelajar tersebut bisa menahan amarahnya dan tidak berkelahi.  Rasulullah S.A.W. bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang mampu mengalahkan lawannya. Sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)

Peran orang tua disini sangat menentukan. Pada dasarnya anak menjadi apa dan ingin dijadikan apa bisa di atur. Sepertihalnya sekolah yang selalu unggul tim bola basketnya, peran sentral terdapat pada seorang pelatih, selain bakat pemain. Seorang anak juga bisa di jadikan baik bila orangtuanya mendidiknya demikian. karena semua anak dilahirkan dalam kondisi sama, setelah itu tinggal bagaimana orang tua ingin menjadikan anak seperti apa.

Maka menjadi orang tua itu sebenarnya tidaklah mudah, selain persiapan materi, yang terpenting juga persiapan lain. Seperti mental, keimanan, ilmu, dsb. Menjadi ayah yang menyangi anaknya memang penting. tapi lebih penting bagaimana menjadi ayah yang dapat mendidik anaknya menjadi baik. Dan pendidikan yang terbaik itu dengan cara memberikan contoh yang baik pula. Oleh karena itu untuk menghasilkan anak yang baik, orang tua harus telebih dulu menjadi baik. itu tidak mudah dan tidak sulit juga sebenarnya.

Kadang rasa sayang disalah artikan. Apapun kemauan anak dituruti, padahal tidak demikian. Sebenarnya bila sayang kepada anak, lebih sulit menolak kemauan/ kemanjaan anak untuk mendidik daripada menurutinya. Orangtua pasti tidak senang melihat anaknya tidak bahagia. Lebih baik menunda kebahagaiaanya sekarang untuk kebahagiaan yang akan lebih dirasakannya nanti ketika dewasa.

Orangtua salah satu murid yang membajak kopaja 165 jurusan lebak bulus - tanah abang, mengirimkan sms kepada Ahok "Bapak kejam pecat anak saya". Orang tua murid itu mungkin kasihan kepada anaknya yang dikeluarkan dari sekolah. Dia tidak tega melihat anaknya malu oleh karena itu mengirim sms demikian kepada Ahok. Sebenarnya yang kejam itu adalah orangtuanya. Dengan pembelaan orang tua terhadap anak yang telah melakukan tindak kejahatan, anak tidak akan merasakan  jera dan bisa mengulangi kembali, bahkan lebih buruk dari itu.

Jadi kepada para orang tua, membahagiakan anak itu tidak selamanya baik. yang terbaik itu bagaimana menjadikan anak kita menjadi pribadi baik dengan pendidikan (kususnya pendidikan emosional dan spiritual karena formal sudah terlalu banyak di sekolah). Dan kepada para anak termasuk saya, bisa jadi orang tua sudah sering mengorbankan perasaannya menolak permintaan untuk kebaikan kita. maka jangan berburuk sangka pada mereka.

AKU ADALAH AKU, KAMU ADALAH KAMU, KITA BUKAN DIA

Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk membahagiakan dirinya sendiri dan membahagiakan orang lain.
punya cara sendiri untuk bersedih dan menyikapinya
sayang banyak diantara kita yang tidak menerima dengan cara seseorang itu mengekspresikan apa yang dia rasakan.

ketika semua harus disamaratakan lalu apa artinya hidup? manusia bukan sekumpulan tubuh bernama yang harus sesuai dengan apa yang kamu mau, setiap orang punya cara sendiri. biarkan dia berfikir sendiri tentang bagaimana cara dia menjalani hidupnya. selama itu tidak melanggar hak orang lain seharusnya tidak ada yang salah.

kamu memiliki kemerdekaan untuk menentukan jalan mana yang kamu pilih, begitu juga aku. seharusnya aku adalah aku bukan dia seperti yang kamu mau.

PENOLAKAN DAN KEKERASAN MENANDAKAN ANDA TIDAK YAKIN

Oleh. Arif Rahman Pradana

Di Indonesa ataupun di banyak belahan dunia sering kali terjadi gejolak yang disebabkan oleh ajaran agama. Yang terbaru adalah aksi pembakaran rumah warga muslim di negara bagian Rakhine, Myanmar, Selasa 1 Oktober 2013 waktu setempat. Seorang wanita muslim berumur 94 tahun dikabarkan meninggal dunia akibat luka tusukan dalam kejadian ini. Pertikaian ini terjadi setelah sekelompok 'perusuh' Buddha menyatroni desa tersebut.

Aksi intolerasi dalam ajaran agama ini terjadi juga di negara kita, yaitu pada kasus GKI Yasmin. Pada kasus ini, umat Kristiani hendak membangun gereja di sekitar perumahan Yasmin, namun warga setempat menolak pembangunan tersebut.

Fenomena penolakan-penolakan yang disebabkan oleh ajaran agama ini sebenarnya terjadi karena pelaku tidak memahami atau tidak percaya terhadap ajaran agama yang dia anut. Ia tidak percaya ajaran agamanya memberikan ketenangan, keadilan dan kebaikan kedalam jiwa penganutnya. Ini mengakibatkan ia menolak setiap ajaran baru yang datang karena takut ajaran baru tersebut diterima oleh masyarakat pada umumnya.

Sebenarnya yang terjadi tidaklah harus demikian, bila kita meyakini ajaran yang kita anut. Kita akan memiliki toleransi yang besar terhadap ajaran agama lain. Bila suatu umat ingin beribadah kita persilahkan, membangun tempat peribadatan kita persilahkan dan tidak ada tindakan kekerasan. Bila terjadi tidakan kekerasan berarti kita tidak meyakini ajaran agama yang kita anut mampu mempengaruhi umat lain untuk mengikuti keyakinan kita. Biarlah orang menilai dengan sendirinya mana ajaran yang benar menurut hati nurani masing-masing. tidak usah memaksa kehendak dengan melarang umat lain beribadah.

Kebenaran dan kebaikan suatua ajaran agama terlihat dari penganutnya. Ketika penganunya menghargai perbedaan, adil, dan berbudi luhur itu menandakan agama yang dianutnya mengajarkan hal demikian.

PEMIMPIN BEREMPATI, BERANI, DAN ADIL

Oleh. Arif Rahman Pradana

"Bapak saya pernah bilang,  kalau kita punya uang Rp 1 miliar, lalu dibagikan ke orang miskin masing-masing keluarga Rp 500 ribu, hanya bisa bantu 2.000 keluarga saja. Padahal di kampung saya waktu itu ada 9.000 keluarga,"

Sangat luar biasa alasan Ahok menjadi pejabat publik. Ini seharusnya adalah alasaan yang tidak terbantahkan dan tidak bisa dielak oleh pemilih. Tidak berdasarkan ras, agama, harta atau jabatan sebelumnya.

Sangat disayangkan masih saja ada masyarakat kita yang memiliki pandangan sempit, hanya memilih seseorang berdasarkan kriteria tadi. Sebenarnya yang dibutuhkan dari seorang pemimpin selain kecerdasan adalah juga rasa empati. tidak harus pintar segala bidang! percuma orang pintar bila tidak memiliki rasa empati. Karena akar permasalahan biasanya hanya bisa ditemukan ketika kita memiliki rasa empati tersebut. Dengan rasa empati kita akan mencoba menempatkan diri diposisi orang yang kita pimpin, dengan begitu permasalahan akan dapat diketahui, nah disinilah dibutuhkan orang pintar untuk menyelesaikan masalah tadi. Jadi kerangka berfikirnya kita harus mengetahui permasalahan dulu baru bisa dicari penyelesaiannya. Percuma bila banyak orang pintar tapi tidak ada atau tidak tahu masalah mana yang hendak diselesaikan.

Selain empati, kita juga membutuhkan pemimpin yang berani, berani disini bukan berarti hanya berani menumpas kejahatan. Tapi berani mengambil keputusan dan menyatakan yang BENAR adalah BENAR dan yang SALAH adalah SALAH. Tidak selamanya berani disini melawan orang jahat, tapi bisa jadi melawan orang baik yang salah pemahaman. Bukan juga berani melawan yang lemah tapi berani melawan atasan. karena pada dasarnya kita tidak boleh takut terhadp apapun selama itu BENAR.

Adil, tidak memandang ras, keluarga atau agama. ketika itu baik harus diperjuangkan dan ketika itu buruk harus ditindak. tidak memandang mayoritas atau minoritas, tidak memandang orang kecil atau orang besar (kaya). ketika pedagang kaki lima berjualan di tepian jalan dan mengganggu lalu lintas harus di tertibkan. tidak ada alasan karena dia orang kecil jadi boleh melanggar aturan. ketika pejabat memarkirkan kendaraannya di tempian jalan juga harus ditertibkan!


MANUSIA SOSIAL MEDIA

 Oleh. Arif Rahman Pradana

Berawal dari friendster, saat ini semakin banyak jenis sosial media. Dari sosial media yang menyediakan berbagai fitur, sampai sosial media yang hanya spesialisasi hal tertentu saja seperti rekaman suara contohnya. Beragam jenis sosial media tersebut, jarang orang yang hanya memiliki satu akun, pasti lebih dari satu.

Saat ini saya mencoba membayangkan apa yang terjadi bila sosial media hilang atau terkena virus selama sebulan lamanya? Atau hilang untuk selamanya? Saat ini sudah terlalu banyak orang bergantung oleh sosial media. Sosial media saat ini bukanlah lagi sebagai kebutuhan tersier atau hiburan semata, tapi lebih dari itu sudah menyerupai kebutuhan primer seperti pakaian, makanan dsb. Coba anda bayangkan apa yang terjadi apabila di suatu kesempatan smartphone anda hilang atau rusak. sedangkan anda pada saat yang sama sedang sendiri berada di luar kota.

Sosial media saat ini memiliki pengaruh yang amat besar. Apa yang terjadi pada seseorang yang jaraknya ratusan hingga ribuan kilometer dapat dengan sekejap di ketahui oleh semua orang. Bahkan Tim suskes Obama menggunakan sosial media untuk kampanyenya, dan berujung kemenangan.

Namun yang amat disayangkan dari media sosial ini adalah sentuhan, sapaan, dan senyuman akrab seorang teman dan sahabat tidak bisa diterjemahkan secara asli. Semua hanya dilihat dari susunan abjad A-Z tanpa diketahui tekanan emosi yang ada didalamnya. Kalaupun bisa hanya bisa di terjemahkan menggunakan emote :) :( atau penulisan huruf besar dan kecil.

Apa yang terjadi apabila tidak ada media sosial? Sepertihalnya saya. Banyak orang yang saat ini sudah terlalu bergatung oleh media sosial. Sekarang tinggal bagaimana cara kita memanfaatkan media sosial ini tanpa menghilangkan unsur penting dalam kekerabatan yang merupakan modal utama manusia sebagai mahluk sosial.