Tentang Demokrasi

Oleh. Arif Rahman Pradana


Demikian kata yang selalu aku dengar dalam kata-kata mahasiswa zaman sekarang. Dalam segala hal menuntut adanya demokrasi. Yang menurut pengertian umumnya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kadang akupun setuju dengan keadaan ini, tapi setelah aku telaah dan resapi lebih dalam, banyak sekali adanya kejanggalan dalam sistem demokrasi.

Yang aku bingung sampai saat ini, cara musyawarah tidak lagi popular dikalangan bangsa ini, semuanya permasalahan diselsaikan dengan voting agar lebih adil, orang-orang beradu argument dengan sengit, walaupun kebeneran sudah nyata didepan mata namun kadang golongan lain tidak mengakuinya. Entah karena gengsi kalah berpendapat, membela kawan sendiri kerena ia telah lebih dulu mereka kenal, ego golongan yang memiliki kepentingan, atau memang karena ingin menutupi kesalahan yang telah mereka buat dimasa lalu. Aku benci! Katakanlah BENAR itu BENAR dan SALAH itu SALAH! JANGAN MENGELAK! Ketika semua itu terjadi segala perspektif yang jauh kaitannya dijadikan argument untuk mengelak kebenaran itu, aspirasi-aspirasi dari kepentingan minoritas pun dikeluarkan untuk mementahkan kebenaran yang lebih baik dan untuk kepentingan mayoritas, dan sesungguhnya aspirasi tersebut hanya untuk kepentingan minoritas itu sendiri. Setelah itu intonasi mulai meninggi dan timbullah voting.

Ketika voting itu diadakan, biasanya yang berada ditengah, moderat, dan cari aman dialah yang menang. Bukan yang berambisi, optimis, meiliki visi kedepan dan idealis.

Pahamilah, kita sesungguhnya tidak bisa memaksakan semua orang berpolitik. Allah telah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangannya tersendiri, dan fokus seseorang dalam menjalani hidup ini pun berbeda, setiap orang memiliki bidangnya sendiri-sendiri. Tidak mungkin orang yang keahliannya memasak kita suruh jadi tukang batu, tidak mungkin seorang tukang becak kita suruh membuat analisis tentang aerodinamis sebuah pesawat? Aku paham dan aku meyakini memang tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, tapi apakah pada umumnya?

Apakah karena dia tidak mau memilih calon ketua suatu organisasi kita sebut dia apatis, kita menjudge dia tidak peduli, atau apalah itu, apakah seperti itu? Apakah orang-orang yang mejudge orang tidak peduli itu sudah peduli terhadap orang yang ia tuduhkan? Jangan seperti itu!

Aku masih menganggap demokrasi itu belum bisa untuk diterapkan di Indonesia, apalagi demokrasi raksasa yang sekarang Indonesia terapkan. Setiap individu masyarakat, entah itu yang memahami pemerintahan atau tidak, mengenali calon atau tidak, memahami visi, misi dan program kerja mereka atau tidak, peduli atau tidak peduli terhadap pemerintahan, semuanya mempunyai hak memilih. Oleh karenanya sosok atau popularis menjadi kunci disini, atau minimalnya wajah tampan atau cantik. Jadi subjektifitas disini yang akan terjadi. Saya juga meragukan hasil pemilihan apapun itu yang melalu demokrasi mendapatkan akurasi menurut kebenaran pemimpin yang hakiki.

0 komentar: